Oleh: Dr. dr. Zuhrah Taufiqa

Pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas merupakan prioritas utama dalam pembangunan nasional Indonesia. Salah satu aspek terpenting untuk mendukung hal ini adalah status gizi yang baik, terutama pada bayi dan balita. Namun, tantangan yang dihadapi saat ini adalah tingginya angka stunting, yang mencerminkan kekurangan gizi kronis pada anak-anak. Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022, sekitar 21,6% balita di Indonesia mengalami stunting, yang berarti satu dari lima balita mengalami masalah ini. Stunting adalah kondisi gagal tumbuh akibat kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu panjang, dan dampaknya tidak dapat dipulihkan (irreversible), yang mempengaruhi perkembangan fisik dan kognitif anak.

Di Sumatera Barat, prevalensi stunting mencapai 25,2%, lebih tinggi dari rata-rata nasional. Provinsi yang dikenal sebagai “lumbung padi” ini juga menghadapi permasalahan gizi yang serius meskipun memiliki sumber daya pangan yang melimpah. Salah satu penyebab tingginya angka stunting ini adalah masalah dalam periode pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI), terutama pada anak usia 6–11 bulan. Berdasarkan data, risiko stunting meningkat 1,6 kali pada kelompok usia ini dibandingkan anak usia 12–23 bulan. Hal ini menunjukkan adanya ‘kegagalan’ dalam praktik pemberian MP-ASI yang seharusnya dapat mengisi celah gizi yang tidak lagi sepenuhnya ditutupi oleh ASI.

Stunting bukanlah masalah yang muncul secara tiba-tiba. Ini adalah hasil dari kekurangan gizi kronis yang terjadi selama jangka waktu yang panjang. Kekurangan asupan makanan bergizi merupakan penyebab langsung dari stunting. Namun, pola asuh yang kurang tepat, serta rendahnya pengetahuan ibu dan keluarga tentang pemberian MP-ASI yang seimbang, juga menjadi faktor yang memperburuk kondisi ini. Jika stunting tidak segera ditangani, lingkaran malnutrisi dapat terus berlanjut dari satu generasi ke generasi berikutnya, menyebabkan masalah kesehatan dan sosial yang lebih besar di masa depan.

Dampak stunting sangat merugikan bagi anak-anak yang terkena dampaknya, serta bagi bangsa secara keseluruhan. Anak-anak yang mengalami stunting cenderung memiliki kemampuan kognitif yang lebih rendah dan produktivitas yang menurun saat dewasa. Selain itu, mereka juga berisiko lebih tinggi terkena berbagai penyakit degeneratif, seperti diabetes dan penyakit jantung, di masa depan. Oleh karena itu, pencegahan stunting harus menjadi prioritas utama dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Indonesia.

Salah satu strategi yang dapat diambil dalam pencegahan stunting adalah dengan mengoptimalkan potensi pangan lokal. Indonesia memiliki keanekaragaman pangan lokal yang kaya akan nutrisi dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan MP-ASI yang bergizi serta mudah diakses oleh masyarakat. Menggunakan pangan lokal tidak hanya membantu memenuhi kebutuhan gizi anak-anak, tetapi juga memperkuat ketahanan pangan, memberdayakan komunitas lokal, dan mendukung keberlanjutan lingkungan.

Sumatera Barat memiliki kekayaan pangan lokal yang sangat potensial untuk dijadikan solusi dalam upaya pencegahan stunting. Beberapa jenis pangan lokal yang dapat dioptimalkan untuk MP-ASI antara lain ikan, umbi-umbian, sayuran, buah-buahan, serta kacang-kacangan. Provinsi ini dikenal dengan hasil laut yang melimpah serta tanaman pangan yang beragam, yang jika dimanfaatkan dengan baik dapat membantu mengurangi angka stunting di wilayah tersebut.

Salah satu pangan lokal yang sangat potensial adalah ikan. Sumatera Barat memiliki akses luas terhadap ikan laut dan ikan air tawar, seperti ikan bilih, ikan tenggiri, dan ikan haruan (gabus). Ikan-ikan ini kaya akan protein hewani, yang sangat penting untuk pertumbuhan anak. Ikan gabus, khususnya, mengandung albumin yang tinggi, yang dapat membantu mempercepat penyembuhan jaringan serta meningkatkan status gizi anak.

Selain itu, buah-buahan lokal seperti pisang kapik, rambutan, durian, dan manggis juga merupakan sumber gizi yang penting bagi anak-anak. Pisang kapik, misalnya, kaya akan karbohidrat, serat, serta vitamin dan mineral yang dapat mendukung kesehatan pencernaan dan pertumbuhan. Buah-buahan lokal ini mudah diakses oleh masyarakat dan dapat diolah menjadi MP-ASI yang sehat dan bergizi.

Umbi-umbian juga menjadi salah satu sumber karbohidrat yang dapat diandalkan. Ubi jalar, singkong, dan talas yang banyak ditanam di Sumatera Barat mengandung karbohidrat kompleks, serat, serta vitamin dan mineral yang penting untuk mendukung pertumbuhan anak. Umbi-umbian ini dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan yang disukai anak-anak dan mudah dicerna.

Sayur-sayuran lokal seperti daun singkong, daun pepaya, dan berbagai sayur hijau lainnya juga memiliki kandungan gizi yang tinggi. Sayuran-sayuran ini mengandung zat besi, vitamin A, serta kalsium yang penting untuk mencegah anemia dan mendukung perkembangan tulang. Memasukkan sayuran lokal dalam menu MP-ASI dapat membantu meningkatkan asupan mikronutrien yang dibutuhkan untuk pertumbuhan optimal.

Kacang-kacangan seperti kacang tanah, kacang hijau, dan kacang merah juga dapat menjadi sumber protein nabati yang baik untuk MP-ASI. Kacang-kacangan ini kaya akan protein, serat, serta mineral seperti zat besi dan magnesium, yang sangat baik untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. Dengan mengolah kacang-kacangan ini menjadi makanan yang sesuai untuk bayi, kebutuhan gizi anak-anak dapat terpenuhi dengan lebih baik.

Dengan memanfaatkan kekayaan pangan lokal, masyarakat Sumatera Barat dapat lebih mudah mengakses makanan bergizi yang terjangkau dan berkelanjutan. Hal ini tidak hanya akan membantu mengurangi angka stunting, tetapi juga memperkuat ketahanan pangan dan melestarikan kearifan lokal. Dukungan pemerintah daerah serta edukasi yang tepat kepada masyarakat mengenai pentingnya pemanfaatan pangan lokal juga sangat diperlukan dalam mencapai target penurunan stunting di wilayah ini.

Eksplorasi pangan lokal menjadi kunci penting dalam upaya pencegahan stunting, terutama di Sumatera Barat, yang memiliki potensi sumber daya pangan yang melimpah. Dengan mengoptimalkan penggunaan pangan lokal yang bergizi, diharapkan prevalensi stunting di provinsi ini dapat terus menurun, sehingga dapat tercipta generasi yang lebih sehat dan kuat, siap menyongsong masa depan Indonesia yang lebih baik pada tahun 2045.