Indonesia sebagai negara yang sangat kaya akan tanaman mpon mpon (rempah), dimana menjadi sasaran dari negeri barat selama lebih dari 350 tahun. Tanaman primadona yang bisa mengisi kas negara tersebut selama perang dunia ke II. Negara kaya itu sekarang sudah MERDEKA, hari ini tepat 78 tahun Indonesia MERDEKA.

Tanaman yang menjadi primadona itu sekarang tidak lagi banyak dimanfaatkan oleh penduduk Indonesia. Pemanfaatan paling banyak digunakan sebagai bumbu dapur padahal rempah ini mempunyai banyak manfaat bagi kesehatan seperti untuk mengatasi kembung, rhinitis, batuk, dan membantu mengontrol tekanan darah. Penulis bekerja di Puskesmas Kolok yang ditetapkan oleh Walikota Sawahlunto menjadi Puskesmas dengan pelayanan tradisional.

Hipertensi didefinisikan sebagai kenaikan tekanan darah pada pengukuran berulang. Secara umum, seseorang dikatakan hipertensi ketika memiliki tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan atau diastolik lebih dari 90 mmHg. Hipertensi merupakan penyakit tidak menular dengan prevalensi 34% di Indonesia. Penyakit yang menimbulkan komplikasi yang berbahaya seperti stroke, serangan jantung, dan gagal ginjal. Sehingga angka kematian yang disebabkan cukup tinggi.

Obat tradisional atau ramuan tradisional adalah media pengobatan yang menggunakan pengetahuan tradisional yang berkembang dari generasi ke generasi sesuai kepercayaan yang dianut berbagai masyarakat sebelum era kedokteran modern.

Obat Tradisional untuk Hipertensi

Pemanfaatan tanaman sebagai obat semakin meningkat. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah melaporkan bahwa lebih dari 80% penduduk di dunia menggunakan pengobatan alternatif tradisional dari bahan alam untuk menjaga kesehatan tubuh dan mengobati beberapa kondisi penyakit. Penggunaan bahan alam secara empiris (digunakan secara turun temurun berdasarkan pengalaman nenek moyang) sebagai terapi alternatif masih menjadi suatu kebutuhan bagi masyarakat. Alasan masyarakat menggunakan obat tradisional adalah dengan tujuan sebagai obat penunjang untuk mencegah komplikasi dan perburukan penyakit. Alasan lainnya seperti efek samping yang ditimbulkan relatif rendah, serta bahan-bahan yang mudah didapatkan. Masyarakat kelas ekonomi kurang mampu memilih bahan alam sebagai obat alternatif dikarenakan harganya yang relatif murah.

Obat tradisional yang telah banyak digunakan masyarakat dan diketahui khasiatnya secara empiris dapat mengontrol penyakit hipertensi antara lain:

Bawang Putih (Allium sativum, Linn)

Dalam pengobatan hipertensi dengan bawang putih dikonsumsi 1-2 siung bawang putih sehari 1-2 kali. Dalam penelitian Waris Qidwai and Tabinda Ashfaq (2013), mengkonsumsi bawang putih secara teratur sebanyak 40 gram (dua sampai tiga siung) sehari selama 10 minggu dapat menurunkan kadar kolesterol dalam pembuluh darah.

Bawang putih lebih berkhasiat jika dikonsumsi secara mentah karena khasiatnya akan berkurang atau bahkan hilang jika ditumis, direbus, dipanggang, atau digoreng. Karena dengan ditumis, direbus, dipanggang, atau digoreng hanya untuk mengeluarkan aroma rasa dari bawang putih tanpa memperhatikan khasiat kandungan yang ada di dalam bawang putih (Hembing, 2008). 

Seledri (Apium graveolens, Linn)

Dalam pengobatan hipertensi dengan seledri dikonsumsi sehari 1-2 sendok sehari 2 kali. Dalam penelitian Muzakar dan Nuryanto (2012), dengan mengkonsumsi daun seledri sebanyak 40 gram direbus dengan dua gelas air (400 mL) hingga didapatkan segelas air (200 mL) kemudian disaring dan diminum dua kali, pagi 100 mL dan sore 100 mL selama tiga hari berturut-turut mampu menurunkan tekanan darah.

Pengelolaan seledri sebagai obat hipertensi dilakukan dengan cara direbus terlebih dahulu. Hal ini dilakukan karena daun seledri diambil sarinya atau kandungan yang ada dalam daun seledri tersebut. Selain itu, pengelolaan daun seledri sebagai obat hipertensi juga dapat dikonsumsi secara langsung atau dibuat jus. Tetapi jika dikonsumsi tanpa pengolahan terlebih dahulu kandungan saponin yang tinggi dalam seledri dapat menyebabkan rasa sebah di dalam lambung. Ketika dibuat jus akan mengindikasi kadar saponin yang tinggi oleh karena itu seledri lebih aman dikonsumsi dengan direbus terlebih dahulu dan cukup diambil sarinya. Orang dengan gangguan infeksi ginjal dan wanita hamil dilarang mengkonsumsi seledri karena dapat menyebabkan kontraksi uterus (Hembing, 2008).

Penulis:

Dr. Ilham Hariyadi Rohmatulloh, S.H.