Beberapa waktu belakangan ini, telinga kita sudah tidak asing lagi mendengar kata-kata bedah jantung terbuka. Salah satu layanan yang “mahal” di negeri ini. Mahal karena membutuhkan biaya yang banyak, tentu. Namun itu bukan masalah utama, karena semua layanan pengobatannya sudah ditanggung oleh BPJS. Namun yang menjadi perhatian banyak orang adalah mahal untuk mendapatkan akses pengobatannya, karena tercatat sekitar 2 atau 3 tahun yang lalu, sangat sedikit sekali rumah sakit yang mampu melakukan pelayanan bedah jantung terbuka secara rutin. Mahal karena antriannya yang panjang, sebagai imbas dari sedikitnya pusat layanannya. Dan juga mahal karena sedikit pula ahli bedah jantung terbuka yang ada di negeri ini. Dengan jumlah penduduk 278,69 juta jiwa berdasarkan data Badan Pusat Satistik (BPS) terbaru pertengahan tahun 2023 ini, Indonesia hanya memiliki ahli bedah jantung terbuka tidak lebih dari 230 orang, dan sekitar 60% nya berada di Jabodetabek.

Kita tentunya mengikuti perkembangan isu kesehatan di Indonesia. UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 baru saja disahkan walau dengan berbagai pro dan kontra. Semangat transformasi kesehatan yang digalakkan Kementrian Kesehatan, salah satu fokus utamanya adalah layanan terkait empat penyakit terbesar dan ter-“mahal” yang kita hadapi selama ini: kanker, jantung, stroke, dan uronefro atau disingkat (KJSU). Kesehatan jantung menjadi salah satu topik utama bahasan Mentri Kesehatan akhir-akhir ini. Tidak hanya di negara maju namun di negara berkembang termasuk indonesia, penyakit jantung masih menjadi penyakit dengan angka kematian tertinggi dan tercatat masih menjadi pembunuh nomor satu. Penyakit jantung mnyerang semua kelompok usia, mulai dari bayi baru lahir dengan berbagai derajat kelainan jantung bawaan dari yang ringan hingga yang berat, sampai usia tua yang banyak disebabkan akibat infeksi, kebiasaan hidup dan proses penuaan.

Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi dengan angka penyakit jantung tertinggi di Indonesia. Sebelum tahun 2022, sebagian besar masyarakat Sumatera Barat harus berjuang ke Jakarta dan bahkan ada yang ke negara tetangga untuk mendapatkan layanan bedah jantung terbuka. Walaupun pembiayaan operasi dan obat-obatan ditanggung sepenuhnya oleh BPJS namun berserakan hal lainnya yang menyedot energi banyak. Biaya transportasi contohnya, dimana tentu saja pasien tidak akan berangkat sendiri tapi ada anggota keluarganya yang menemani, dan bisa saja pasien dan keluarga harus bolak balik dalam jangka waktu yang lama. Di samping itu, biaya hidup sehari-hari yang terkadang sampai berbulan-bulan, termasuk biaya sewa rumah. Belum lagi beban psikososial jauh dari keluarga di kampung, berada di lingkungan baru, butuh adaptasi baru, dan sebagainya. Kemudian untuk mendapatkan layanan bedah jantung terbuka pun harus antri jika keadaan pasien bukan keadaan yang gawat darurat. Di RS Harapan Kita pada tahun 2022, untuk mendapatkan layanan bedah jantung dewasa pasien harus menunggu antrian selama 6 bulan dan untuk bedah jantung anak sekitar 12 bulan. Bisa kita bayangkan seperti apa beban yang ditanggung pasien dan keluarga yang bisa saja untuk pergi berobat ke Jakarta pun juga sudah menjual dan menggadaikan harta benda di kampung halaman. Sehingga wajar isu ini menjadi salah satu embrio lahirnya UU Omnibus law Kesehatan.

Pusat Jantung Nasional Harapan Kita masih menjadi rumah sakit yang dalam dua dekade terakhir menjadi rumah sakit utama dengan jumlah operasi terbanyak di Indonesia dengan kisaran lebih dari 1000 operasi bedah jantung terbuka per tahun. Jumlah yang fantastis ini dikarenakan pasien yang datang operasi ke RS Harapan Kita berasal dari seluruh Indonesia. Beberapa tahun terakhir beberapa rumah sakit mulai membuka layanan bedah jantung terbuka secara regular. RS Cipto Mangunkusumo sebagai RS pusat rujukan nasional menempati posisi ketiga nasional jumlah operasi jantung terbuka yaitu kisaran 500-an operasi per tahun. Posisi kedua terbanyak dilakukan oleh RS Jantung Jakarta dengan kisaran 600-an operasi per tahun. Beberapa daerah di luar Jakarta juga berkembang pesat seperti RS Kariadi di Semarang, RS Soetomo di Surabaya, RS Hasan Sadikin di Bandung dan RS Adam Malik di Medan. Dengan jumlah rumah sakit yang bertambah banyak tersebut, antrian pasien yang membutuhkan layanan bedah jantung masih panjang. Sebagai contoh di RS Harapan Kita yang kami sampaikan di atas, untuk bedah jantung dewasa pasien harus antri 6 bulanan dan untuk bedah jantung anak bisa mencapai 12 bulan.

Dengan data antrian yang menghebohkan ini walau sudah ditambah dengan beberapa RS di atas yang membuka layanan bedah jantung, ternyata masih belum mampu mempersingkat waktu antrian operasi. Belakangan sejumlah provinsi mulai serius membangun layanan bedah jantung seperti RS Kandou Manado, RS Sanglah Bali, RS Muhammad Husein Palembang, RS AW Sjahranie Samarinda dan RS M Djamil Padang. RS M Djamil Padang sendiri sudah membuka layanan bedah jantung sejak awal tahun 2000-an. Namun sayangnya gempa 2009 telah meluluh-lantakkan sarana prasarana lengkap gedung pelayanan jantung terpadu RS M Djamil Padang. Seakan mati suri selama beberapa tahun, akhirnya dengan semangat semua pihak, RS M Djamil Padang mulai berlari mengejar ketertinggalannya. Tidak dapat dipungkiri bahwasanya, di luar Jakarta, RS M Djamil Padang (Sumatera Barat) merupakan daerah pertama yang dibimbing oleh Pusat Jantung Nasional Harapan Kita 20-an tahun lalu untuk mengembangkan bedah jantung di luar Jawa, khususnya Sumatera.

Operasi bedah jantung secara garis besar dikelompokkan menjadi bedah jantung dewasa dan bedah jantung anak/pediatrik. Bedah jantung dewasa rata-rata menangani penyakit sumbatan pembuluh darah koroner, penyempitan atau kebocoran katup/klep jantung, tumor jantung, kelainan pembuluh darah besar dari jantung (aorta). Penyumbatan pembuluh darah koroner yang tidak memungkinkan dilakukan pemasangan stent/cincin membutuhkan operasi terbuka. Kondisi tersebut seperti sumbatan yang mengenai pembuluh koroner utama sisi kiri, sumbatan pada tiga pembuluh darah koroner utama, sumbatan pada pembuluh darah koroner pada pasien yang juga menderita diabetes, atau pada pasien sumbatan koroner dimana tindakan pemasangan cincin sudah tidak memungkinkan lagi. Operasi terbuka pembuluh darah koroner ini dikenal dengan Operasi Bedah Pintas Arteri Koroner (BPAK) atau Coronary Artery Bypass Graft (CABG). Sementara kebocoran atau penyempitan pada katup jantung terutama kerusakan yang berat sangat membutuhkan operasi terbuka untuk memperbaiki dan bahkan mengganti katup jantung baik menggunakan biomaterial/logam.

Pada bedah jantung anak, kelainan tersering bersifat bawaan dari lahir. Kelainan bisa bersifat sederhana sampai dengan serumit-rumitnya, kelainan berupa kebocoran sekat jantung, atau tidak sempurnanya pembentukan bagian-bagian ruang jantung, atau ada bagian-bagian utama yang bertukar posisi. Sebagian besar kelainan jantung bawaan membutuhkan perbaikan di atas meja operasi. Operasi jantung pada anak-anak bisa bersifat sesegera mungkin karena mengancam nyawa dan bisa masih ada waktu untuk menunggu. Operasi bisa saja dilakukan di usia anak masih kecil apakah itu dalam usia masih di bawah satu bulan, semua tergantung keparahan penyakit dan komplikasi yang ditimbulkan. 

Perbedaan signifikan operasi bedah jantung anak dengan dewasa adalah tahapan operasi dan tekniknya. Operasi bedah jantung dewasa hampir keseluruhannya bisa diselesaikan dalam satu tahapan operasi. Artinya sekali operasi semua kelainan bisa diperbaiki. Sementara pada bedah jantung anak, ada yang bisa satu tahap operasi, dan justru sebagiannya butuh 2 tahap, 3 tahap dan bahkan lebih. Jarak antar tahapan operasi tersebut bisa saja hitungan minggu, hitungan bulan dan bahkan hitungan tahun sesuai dengan jenis kelainan yang terjadi, jenis tindakan yang dilakukan sebelumnya dan jenis tindakan berikutnya. Operasi bedah jantung anak adalah operasi yang rumit yang membutuhkan variasi teknik operasi yang lebih beragam, manajemen selama operasi yang lebih bervariasi, perawatan pasca operasi yang lebih berat dan pembiayaan yang relatif lebih mahal.

Operasi bedah jantung dilakukan oleh tim khusus. Tim bedah jantung secara garis besar minimal terdiri atas Dokter Spesialis Bedah Toraks Kardiak dan Vaskular (Sp.BTKV), Dokter Spesialis Jantung (Sp.JP), Dokter Spesialis Anestesi Konsultan Kardiovaskular (Sp.An-KAKV), dokter ruangan intensif dari anestesi dan/atau kardiologis, perawat perfusionist sebagai operator mesin jantung paru, perawat penata anestesi khusus kardiovaskular, perawat kamar operasi (scrub ners) khusus kardiovaskular, dan perawat ruangan intensif pasca operasi khusus kardiovaskular. Selama operasi bedah jantung dilakukan, jantung akan dimatikan dulu dan fungsinya akan digantikan oleh mesin jantung paru yang dioperatori oleh minimal dua orang perawat perfusionist.

Untuk saat ini bedah jantung RS M Djamil Padang sudah dilengkapi oleh satu paket tim bedah jantung dan satu paket sarana prasarana. Dengan SDM dan sarana yang ada, Alhamdulillah berbagai variasi operasi bedah jantung baik pada anak-anak maupun pada dewasa sudah dilakukan. Mulai dari derajat ringan sampai berat. Pada bedah jantung dewasa operasi CABG, memperbaiki dan mengganti katup jantung sudah rutin dilakukan. Demikian pula pada kasus anak-anak juga terus dikembangkan. Saat ini Tim Bedah Jantung RS M Djamil Padang semangat merutinkan dua operasi bedah jantung per minggu dikarenakan penyesuaian dengan fasilitas yang ada. Besar harapan kami dari tim bedah jantung, semoga operasi jantung terbuka ini bisa kami kerjakan setiap hari sehingga antrian pasien tidak lagi panjang, mengingat untuk saat ini pun antrian bedah jantung terbuka di RS M Djamil Padang juga sudah berbulan-bulan. Besar harapan kita agar masyarakat Sumatera Barat tidak perlu jauh-jauh ke luar Sumatera Barat lagi untuk mendapatkan layanan bedah jantung. Karena semua kita mengetahui bahwasanya BPJS hanya menanggung biaya operasi saja. Sementara untuk biaya transportasi, biaya hidup sehari-hari, biaya tempat tinggal dan beban psikosial karena jauh dari keluarga serta proses adaptasi dengan lingkungan baru menjadi tumpukan masalah yang menambah beban masyarakat. Semoga Allah SWT memberikan jalan kepada kita semua untuk terus memajukan layanan bedah jantung terbuka di Sumatera Barat, tentunya dengan dukungan penuh dari masyarakat dan segenap lapisan pengambil kebijakan.

Dr. Ardiansyah, SpBTKV, FICS

Penulis:

Dr. Ardiansyah, Sp.BTKV, FICS

Divisi Bedah Toraks Kardiak dan Vaskular (BTKV) Departemen/KSM Bedah FK Unand dan RSUP Dr. M. Djamil Padang