Dokter Beni, Sp.KO berdiri dianjungan perahu, kontingen Indonesia di perlombaan 16th IDBF World  Dragon Boat Racing Companionships 2023. Sebuah kejuaraan dunia lomba dayung perahu  bergengsi, yang kali ini diadakan di Thailand. Sebagai dokter spesialis kedokteran olah raga, dia ditugaskan mendampingi kontingen Indonesia ke Kejuaraan Dunia Dragon Boat (Perahu Naga) ini. 

Momen spesial ini melemparnya kepada kenangan suka duka, satu dekade tak terlupakan yang menghantarnya sampai di titik ini. Sebagai dokter yang baru lulus fakultas kedokteran kala itu, 10 tahun lalu mendapat kesempatan bertugas di sebuah kampung di pinggiran sungai, menjalani masa wajib kerja sarjananya. Tak pernah lupa, momennya saat itu, bertepatan dengan 17 Agustus, dia pertama menjejakkan kaki di Kampung Naga. Dokter Beni langsung diajak menyaksikan lomba yang sudah rutin dilakukan setiap menyambut HUT RI, yaitu lomba selaju sampan. Berbagai tingkatan umur lomba diadakan, dari mulai anak-anak sampai dewasa. Tapi yang menjadi puncaknya adalah lomba dragon boat, dimana jago-jago pendayung dari berbagai kampung sekitar ikut berlomba meraih hadiah yang cukup besar dari Bapak Bupati.

Meriah sekali lomba perahu yang selalu diadakan setiap 17 Agustus, menyambut Hari Ulang Tahun Republik Indonesia. Di tengah kemeriahan tersebut, tiba-tiba dikejutkan dengan teriakan seorang anak yang menjerit-jerit, dan membuat panik orang tuanya. Sebagai dokter, tak ayal Beni langsung mendatangi anak tersebut, seorang bocah laki-laki usia 9 tahunan. Ternyata, si anak tengah buang air kecil di sungai dan tiba-tiba kesakitan nyeri, padahal merasa belum puas buang air kecilnya. Yang khas nyerinya sekitar kelamin, sampai dia menarik-narik kelamin, menungging berbagai posisi untuk menguranginya.

Seketika Beni teringat pelajaran oleh dosen favoritnya, tentang batu buli-buli, sangat khas sekali. Karenanya tanpa ragu, Beni langsung membawa anak tersebut ke Puskesmas, untuk langsung dikirim ke Rumah Sakit agar segera ditangani. Ternyata bukan satu anak tadi saja yang mengalami kesakitan, berturut-turut anak-anak lain juga mengalami hal serupa kemudian. Bagi Beni tak akan terlupakan, si anak bernama Berlan, sebagai pasien pertama yang ditemuinya menderita batu buli-buli.

Di balik kemeriahan pesta selaju sampan ini, ada kesuraman masalah kesehatan yang perlu untuk dicerahkan. Sebagai dokter yang ditempatkan menjalani masa wajib kerja di kampung ini, Beni mulai memahami masalah kesehatan yang dihadapi warga di kampung tersebut. Yang mencolok adalah kebiasaan yang berkaitan dengan perilaku BAB (Buang Air Besar) dan BAK (Buang Air Kecil) masyarakat ke sungai. Masalah Mandi Cuci Kakus (MCK) sudah menjadi kebiasaan turun-temurun. Apapun penyuluhan yang diberikan oleh tenaga kesehatan selama ini, masih belum mampu merubah kebiasaan penduduk di sana. Bagi mereka sungai menjadi tempat berkumpul, bercengkerama, sambil melepaskan hajat, kemudian menggunakannya sebagai air minum, mencuci baju, dan lainnya.

Setinggi-tinggi pendidikan orang di sana, dan sejauh-jauh merantau saat pulang kembali akan merasakan nikmatnya buang hajat di sungai. Hal ini menjadi concern utama sebagai dokter di sana. Belum lagi masalah gizi, dan problem seperti batu buli-buli yang cukup banyak di sana. Hal ini menimbulkan rasa keingintahuan penyebab kasus batu buli-buli ini. Maka suatu kali, saat kebetulan ada kasus yang dirujuk ke Rumah Sakit, Dokter Beni ikut serta mengantar karena ingin menanyakan kepada dosen favoritnya.

Pucuk dicinta ulam tiba, ketika sampai di Rumah Sakit, bertepatan dengan adanya ronde mahasiswa. Beni menyapa dosennya dan dosennya pun masih ingat Beni adalah murid terpintar yang selalu kritis dan penuh eager dalam belajar.

 “Prof, izin kalau ada waktu mau diskusi,” tanya Beni dengan takzim meminta waktu kepada dosen Guru Besar tersebut. 

“Dengan senang hati, Ben, jumpai saya di kamar saya setelah case dengan mahasiswa ini ya.”

Singkat kata, Beni bisa berdiskusi panjang lebar menanyakan kasus batu buli-buli ini dan mendapat pencerahan yang luar biasa dari profesor, dosennya. Bahkan beliau menyatakan akan membawa tim risetnya untuk langsung menyelidiki ke lapangan. Penuh semangat berkobar, Beni kembali ke Kampung Naga dan memberitahukan pemuka di sana untuk rencana kedatangan tim riset Profesor, dari kampusnya.

Semenjak bertugas di sana, sepintas terlihat, bagaimana ibu-ibu memberikan menu yang hanya terdiri dari nasi dan ikan yang ditangkap di muara sungai. Ikan-ikan bada istilahnya oleh mereka. Sempat tersirat oleh Dokter Beni, apakah ini penyebab banyaknya kasus batu buli-buli di kampung tersebut? Pertanyaan ini, terjawab ketika akhirnya datang sang Professor bersama tim dokter-dokter bedah dan dokter dari public health meneliti ke kampung itu. Mereka mendatangi langsung, rumah-rumah masyarakat, terutama yang anak-anaknya terkena penyakit tersebut. Kemudian mewawancarai orang tua sampai memotret jenis makanan yang mereka konsumsi sehari-hari. 

Tidak berapa lama, mendapat kabar dari tim peneliti kampus, kesimpulannya memang seperti yang dia duga, penyebab batu buli-buli adalah pola makan yang salah. Karena di daerah pinggiran sungai, mereka umumnya jarang atau boleh dikatakan tidak pernah mengkonsumsi sayur-sayuran. Setiap hari yang disajikan hanya menu nasi dan lauknya ikan bada saja. Sehingga akibatnya terjadi penumpukan zat kalsium yang berlebihan menjadi batu buli-buli. Mulailah digencarkan penyuluhan ke masyarakat tentang hal ini. Kepada mereka dianjurkan selalu menambahkan sayuran, buah pada menu makan anak-anaknya. 

Pertama-tama timbul penolakan dengan segala macam alasan, menyuruh anak-anak untuk mengkonsumsi sayuran memang tidak mudah. Diperlukan berbagai cara dan strategi, melalui pembentukan Pos Gizi, pemberian makanan tambahan di Posyandu, sekolah-sekolah dan lainnya. Semua ditekuni oleh Dokter Beni selama beberapa tahun, sampai memang terlihat ada penurunan angka kejadian batu buli-buli di kampung tersebut. Sudah tidak lagi terdengar pekikan anak-anak ketika tengah buang air kecil karena sumbatan batu akibat pola makan yang tidak benar. Dokter Beni selesai Wajib Kerja Sarjana melanjutkan pendidikan mengambil Spesialis Kedokteran Olah Raga, terinspirasi event olah raga selama bertugas di Kampung Naga.

Tiba-tiba lamunan panjang Dokter Beni tersentak mendengar pekikan, “Siaaap berjuaaang,” dari Team Dragon Boat yang tengah bersiap. Inilah saatnya, kembali meraih prestasi yang terbaik bagi negeri ini. Momen jelang 17 Agustus, tim Indonesia berlaga memperebutkan medali emas. Lawannya tidak tanggung-tanggung, para juara dunia, Amerika Serikat, Cina yang biasa mendulang emas.

Laju, laju perahuku laju, menerjang arus menuju final meraih emas gemilang untuk kejayaan bangsa. Di antara atlit pendayung itu ada, Berlan, anak kecil yang menjadi penderita buli-buli dulu, pasien pertama Dokter Beni. Kini Berlan sekuat tenaga, gagah perkasa mengayuh pendayung, melaju terus, merdeka dari kesakitan demi kejayaan bangsa dan negara. 

Sungai panjang di Kampung Naga pun telah berubah wujud, tidak lagi menjadi MCK. Namun menjelma menjadi tempat wisata, sarana berlatih dan berlomba laju sampan. Tak heran Berlan, salah satu warganya sampai bisa ikut kontingen mewakili Indonesia ke tingkat dunia. Semoga akan ada Berlan-Berlan lainnya, melaju terus menembus prestasi dunia.*

*Dirgahayu Kemerdekaan RI yang ke 78, perahuku kan melaju terus menerobos riak kesakitan, ketertinggalan, dan ketidaktahuan. M E R D E K A !

Penulis:

DR. Dr. Rima Semiarty, MARS, Sp.KKLP

Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Andalas