Dalam memperingati HUT RI kita selalu mendengar ucapan MERDEKA yang menggelora. Merdeka yang dalam istilah salah satu artinya bebas atau terbebas. Maka alangkah baiknya dengan semangat kemerdekaan ini kita berkomitmen agar Bangsa Indonesia terbebas dari TBC. Saat ini Indonesia sedang gembar gembor dalam kampanye penanganan TBC. Bagaimana tidak, setelah 3 tahun dunia menaruh perhatian pada pandemi COVID-19, saat ini TBC pun mencuat menjadi pusat perhatian.
TBC merupakan permasalahan global dan juga lokal. Dunia telah menanggung beban TBC selama lebih dari 2 abad lamanya. TBC dulu dan kini tetap menjadi salah satu penyakit menular paling mematikan di dunia. Dikutip dari Global TB Report tahun 2022, jumlah kasus TBC terbanyak di dunia, menyerang kelompok usia produktif terutama pada usia 45 sampai 54 tahun. Kematian akibat TBC mencapai 11 kematian setiap jamnya.
Fakta yang harus kita ketahui adalah TBC dapat dicegah dan disembuhkan jika diketahui dan diobati dengan cepat dan tepat. Masalah yang ditimbulkan akibat beban TBC ini berdampak tidak hanya pada kesehatan tapi juga pada tatanan sosial, ekonomi, dan budaya. Upaya global yang telah diupayakan selama ini untuk memerangi TBC telah menyelamatkan sekitar 63 juta jiwa sejak tahun 2000.
Rencana strategis saat ini bagaimana sebaiknya kolaborasi sektor kesehatan dengan lintas sektor lainnya untuk penanggulangan TBC. Nah, tentunya dengan program dan gerakan bersama yang lebih solid antara Penta Helix (Pemerintah, Swasta, Akademisi, Media, dan Masyarakat) kita yakin bisa menuntaskan TBC khususnya di tanah air Indonesia menuju Eliminasi TBC 2030. Kita hanya punya waktu 8 tahun lagi. Dengan adanya Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2021 tentang Penaggulangan Tuberkulosis dan telah diselenggarakan Sosialisasi Pembentukan Forum Multi Sektor di Tingkat Nasional, harapan bangsa untuk merdeka dari TBC tentu dapat diwujudkan.
Periksa Batuk, Periksa TBC!
Inilah semboyan saat ini yang digencarkan untuk mempercepat deteksi dini penyakit TBC agar penderitanya dapat sembuh dan terhindar dari komplikasi yang serius. Kita harus membuat masyarakat mengenal dengan baik apa saja gejala TBC karena tanpa mengenalnya maka kita tak akan dapat mencegahnya. Tak kenal maka tak tahu, tak tahu maka tak bisa membasmi.
Gejala TBC adalah batuk yang tak kunjung reda lebih dari 14 hari, sering mengalami demam, nyeri dada dan beberapa pasien ada mengeluhkan nyeri tulang, nafsu makan menurun, berkeringat pada malam hari, dan penurunan BB (berat badan). Pada kondisi tertentu ada pasien yang mengatakan bahwa batuknya bercampur darah. Banyak orang yang mengabaikan batuk, karena dianggap keluhan yang sepele dan dapat sembuh dengan sendirinya. Padahal jika batuk yang berulang, belum tentu batuk yang kemarin sama dengan batuk yang sekarang. Jika ada anggota keluarga, teman atau kerabat yang mengalami gejala yang dipaparkan di atas maka segeralah berobat ke dokter atau ke fasilitas pelayanan kesehatan.
Mengobati TBC dengan CINTA (Cepat-Individu-Nyaman-Tepat-Akurat)
Jika tidak Cepat mendapatkan pemeriksaan dan pengobatan yang tepat, yang ikut dalam bahaya akibat TBC bukan hanya orang yang sedang sakit saja, namun juga orang-orang terdekatnya. Semakin cepat TBC dideteksi dan diobati, maka semakin besar pula peluang seseorang untuk sembuh. TBC bisa disembuhkan dengan tuntas jika pasien disiplin dalam pengobatan yang dijalani. Ini merupakan tantangan bagi pasien TBC mengingat durasi pengobatan yang tidak sebentar.
Penanganan TBC juga memerlukan keterlibatan multidisiplin dan multisektoral. Maksudnya, di balik penyakit TBC ini, penderitanya bisa saja memiliki permasalahan yang complicated. Jika tidak diatasi maka permasalahan itu akan terus menjadi akar dari berkembangnya dan cepatnya penularan TBC di lingkungan masyarakat. Oleh sebab itu, penanganan TBC harus secara Individu atau pendekatan personal. Permasalahan satu orang tentu akan berbeda dengan orang lainnya.
Permasalahan yang paling sering erat kaitannya dengan TBC adalah masalah gizi, ekonomi, kesehatan lingkungan dan budaya atau perilaku hidup bersih dan sehat. Maka kita harus melakukan intervensi pada masing-masing individu, diobati dan dibantu menuntaskan permasalahannya agar pengobatan maksimal dan memutus mata rantai penularan dengan cepat. Permasalahan gizi kerap dihubungkan dengan pasien TBC, mereka cenderung kurus karena infeksinya tersebut menyebabkan kurang nafsu makan. Selain itu dalam memerangi infeksi tubuh kita membutuhkan amunisi yang lebih banyak dan daya tahan tubuh yang kuat.
Gizi yang baik akan mempercepat penyembuhan akibat infeksi TBC. Permasalahan ekonomi juga erat kaitannya dengan kondisi lingkungan seperti bangunan rumah yang kurang pencahayaan, lantai dari tanah, sumber air, geografis tempat tinggal dan sebagainya. Semua permasalahan ini tentu butuh pananganan yang komprehensif. Dalam segi hal perilaku atau kebiasaan di sinilah peran tenaga kesehatan dalam promosi kesehatan, mengubah perilaku masyarakat sehingga hidup bersih dan sehat.
Penanganan TBC seharusnya dapat dilakukan dengan Nyaman, baik untuk pasien TBC, petugas kesehatan dan semua orang yang terlibat di dalamnya. Menghapus stigma masyarakat tentu akan menjadikan TBC bukan sebagai momok yang ditakuti dan bagaimana mereka yakin bahwa TBC ini bisa disembuhkan dengan mendapatkan pengobatan yang nyaman dan ramah terhadap akses dan ketersediaan pelayanan kesehatan.
Pengobatan yang Tepat, artinya sesuai dengan kuman penyebab batuknya akan lebih cepat menyembuhkan penderita TBC. Jika jenis kuman TBC diberikan pengobatan yang tidak tepat tentu saja mengganggu atau memperlama proses perjalanan dan penyembuhan penyakit. Obat TBC sudah ada ketentuannya sesuai dengan penelitian yang mutakhir. Obat-obatnya khusus dan dapat diakses secara gratis oleh masyarakat di pelayanan kesehatan milik pemerintah dengan Jaminan Kesehatan Nasional. Nah, tidak ada salahnya kita manfaatkan dengan lebih bijak memeriksakan kesehatan jika mengalami gejala mengarah pada penyakit TBC.
Akurat, ini tentu saja disesuaikan dengan kondisi pasiennya, apakah anak anak, dewasa atau lansia tentu saja memiliki ketentuan obat yang berbeda-berbeda. Selain itu dosis obat juga disesuaikan dengan berat badan pasien TBC.
Demikian pengobatan TBC dengan Prinsip CINTA. CINTA yang utama adalah cinta yang sebenarnya, yaitu perasaan saling mengasihi dan memberi dukungan. Jika ada anggota keluarga, teman atau kerabat yang menderita TBC maka dukunglah mereka untuk menjalani pengobatan dengan disiplin dan tuntas, berikan perhatian dan kasih sayang serta semangat agar mereka bisa menjalani hari-hari dengan gairah dan kualitas hidup yang bagus. Jangan kucilkan mereka, jangan jauhi mereka. Psikologi yang kurang baik akan menyebabkan mereka mengalami stres, tidak semangat, bahkan merasa putus asa. Hal ini dapat memperburuk imun dan kondisi kesehatan fisik serta mentalnya sehingga dapat jatuh pada kondisi yang lebih berat.
Puskesmas Talawi di Kota Sawahlunto, dalam rangka HUT RI ke-78 tahun 2023 ini membuat suatu program bernama OPOP (One Person One Pot) dalam meningkatkan penjarigan TBC. Seluruh petugas berkomitmen melakukan penjaringan TBC serentak dan masif dalam satu bulan ini.
Merdeka dari TBC, Mari Obati TBC dengan CINTA!
Semua Orang Bisa Cegah TBC! TOSS TBC (Temukan Tuberkulosis Obati Sampai Sembuh).
Penulis:
Dr. Mareza Dwithania
IDI Cabang Sawahlunto
Terima kasih sekali, artikel ini sangat membantu mengetahui lebih jelas dan yerincitentang penyakit yg berbahaya yaitu TBC, sehingga jika ada orang disekitar km yg tetkena penyakit TBC insyaallah km akan membanti menjelaskan cara mengatasinya