Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous. Osteo berarti tulang, porous artinya berlubang-lubang atau keropos. Osteoporosis berarti tulang yang keropos. Sedangkan definisi osteoporosis menurut International Osteoporosis Foundation (IOF) tahun 2020 yaitu suatu penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh menurunnya kekuatan tulang, sehingga tulang mudah patah.
Osteoporosis ini merupakan “silent killer” atau “silent disease” karena datang secara tiba-tiba, tidak ada gejala yang khas dan tidak terdeteksi sampai orang tersebut tiba-tiba mengalami patah tulang karena terjatuh atau tersandung. Berbeda dengan penyakit jantung atau paru yang pasien bisa dengan cepat mengeluhkan gejala seperti nyeri dada, sesak napas atau gejala khas yang lain. Osteoporosis ini ibarat rayap yang memakan kayu, perlahan tapi pasti menggerogoti dan saat benar-benar keropos tinggal menunggu waktu untuk patah.
Pada tahun 2009 terdapat 200 juta penderita osteoporosis di seluruh dunia (Tandra 2009, dalam Limbong 2015). Menurut laporan Asia Pasific Regional Audit pada tahun 2013, prevalensi osteoporosis pada perempuan berusia 50 sampai 80 tahun adalah sebanyak 23% dan usia 70 sampai 80 tahun sebesar 53%. Pada tahun 2050 nanti diperkirakan penduduk Indonesia usia 50 sampai 70 tahun akan tumbuh 135% menjadi 113 juta jiwa. Pria dan wanita dengan usia lebih dari 50 tahun (paling berisiko untuk osteoporosis) akan menjadi 1/3 dari total penduduk Indonesia.
Ada beberapa faktor resiko untuk terjadinya osteoporosis, salah satunya adalah kegagalan mencapai peak bone mass atau puncak massa tulang pada usia 35 tahun. Kenapa bisa gagal mencapai puncak massa tulang? Salah satunya karena pada usia sebelum 35 tahun jarang melakukan aktivitas fisik, terutama olehraga. Padahal pada usia tersebut sedang aktifnya pembentukan tulang baru sehingga kepadatan tulang akan maksimal jika berolahraga secara teratur.
Namun yang menjadi kendala pada usia tersebut seseorang sudah mulai bekerja dan menghidupi keluarga. Terkadang ada sebagian yang bekerja dari sebelum matahari terbit sampai matahari sudah tenggelam. Sehingga sebagian kita beranggapan tidak ada waktu lagi untuk berolahraga dan terjebak dalam sedentary lifestyle.
Kita semua diberikan waktu sama, 24 jam dalam satu hari. Sedangkan laporan dari firma riset data.ai, “State of Mobile 2023” menyatakan rata-rata screen time orang Indonesia 5,7 jam per harinya. 5,7 jam per hari sama dengan lebih kurang 11 x 30 menit. Apakah berat untuk meluangkan waktu 1×30 menit saja untuk berolahraga? Seharusnya tidak berat jika mempunyai kemauan dan tekad yang kuat.
Hal-hal sederhana bisa kita lakukan selama 30 menit per hari, misalkan bersepeda saat menuju tempat kerja. Atau bisa juga siapkan matras kecil lalu praktikkan tutorial dari YouTube atau aplikasi berbasis olahraga di gawai saat istirahat dari pekerjaan. Dengan berolahraga secara teratur 30 menit per hari akan meningkatkan integritas tulang sehingga mengurangi risiko terjadinya patah tulang.
Ada lansia yang berusia 60 tahun ke atas namun masih aktif dan energik dalam beraktivitas, bahkan menggendong cucunya. Namun banyak juga lansia yang menghabiskan masa tuanya di kursi roda, bahkan berbaring di tempat tidur karena patah tulang akibat osteoporosis. Sebuah pilihan yang kembali ke diri kita masing-masing tentang seperti apa hari tua yang akan kita jalani nanti. Dan sebuah aksi sederhana yang bisa kita lakukan untuk masa tua yang lebih baik nanti, yaitu 30 menit per hari berolahraga. Bersediakah kita melakukannya?
Penulis:
Dr. Lucky Nurdiansyah
Bidang Sosial dan Kesejahteraan Anggota, IDI Wilayah Sumatera Barat
Leave A Comment